Seperti biasa, setiap hari jumat penghuni ruangan ini mengadakan rapat di ruang pertemuan yang letaknya di bagian ujung gedung ini. Menyisakan aku dan beberapa pegawai yang sedang sibuk menyelesaikan tugas masing-masing. Karena mengantuk, aku berniat membuat kopi di dapur. Namun tanpa sengaja melihat sesuatu terjadi di dalam ruangan Kepala Bagian yang letaknya tak jauh dari dapur dan saat itu pintunya tidak tertutup sempurna. Serta merta aku bergegas kembali ke meja kerjaku dan rasa kantuk ku hilang entah kemana.
Di meja kerjaku, aku berpura-pura mengerjakan sesuatu dan tidak berani menoleh ke ruangan Kepala Bagian sebab takut orang yang berada didalam ruangan itu mengetahui bahwa aku melihat apa yang ia lakukan disana.
“Din… kok ngelamun sih. Mana data yang aku minta?” suara Melly membuyarkan lamunanku
“Eh iyaa. Kamu butuh data apa?”
“Hmm.. kamu ngelamun apa sih? Kok sampe ga nyambung begini. Aku sudah kirim pesan tadi, coba baca pesanku dulu”
Seketika aku meraih ponsel dan menyiapkan data yang dibutuhkan.
Mendekati jam pulang, pikiranku masih diliputi rasa takut. Otak ku seperti tak mau berhenti memikirkan berbagai kemungkinan jika orang tersebut, yang tidak lain adalah petugas cleaning service mengetahui bahwa aku memergokinya melakukan kejahatan. Ingin sekali aku berbagi cerita tentang kejadian tadi dengan teman se-divisi, tapi tak kuasa ku lakukan.
Hari ini aku memilih untuk pulang tepat waktu dan membawa serta pekerjaan kantor untuk ku kerjakan dirumah, daripada hal buruk terjadi padaku jika aku masih berada dikantor saat sepi sebab aku adalah saksi mata kejahatan seseorang.
Keesokan harinya, setelah aktivitas rutin senam pagi para pegawai biasa berkumpul untuk beristirahat sambil berbincang satu sama lain. Kesempatan ini banyak dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan pegawai dari divisi lain dan entah kenapa aku masih berkutat dengan teman-teman se divisi.
“Hei hei.. kalian pernah tau sesuatu ngga?” Tanya Paula sambil berbisik sambil mengangkat kedua alisnya.
“Sesuatu apa?”
“Jangan bikin gossip deh Pau” kata beberapa teman hampir bersamaan.
Tangan Paula menginstruksikan kami untuk mendekat satu sama lain.
“Beberapa waktu lalu, aku melihat pak Dedi di ruangan Kepala Bagian” kata Paula dengan suara rendah
“Kamu lihat pak Dedi bersih-bersih ruangan Kepala Bagian maksudnya? Kan itu memang tugasnya” Sahut salah satu dari kami
“Bukan bersih-bersih… “ Paula menjeda ucapannya
“Saat itu dia sedang mengambil sesuatu dari tas pak Kepala Bagian. Kemudian dimasukkan ke dalam saku bajunya”
Begitu selesai bicara, Paula menoleh kanan kirinya. Seperti mengawasi jangan sampai ada orang lain yang mendengar ucapannya.
Aku pun kaget mendengar cerita Paula. Kupikir hanya aku saja yang mengetahui hal itu.
“masa sih?” salah satu dari kami tak percaya
“Berani sekali seorang CS (Cleaning Service) melakukan itu. Mungkin beliau sedang BU alias Butuh Uang” Kata Melly sambil tertawa pelan.
“Mungkin. secara dia sudah berumur sehingga siap jika di pecat”
“Sebenarnya aku juga melihat hal yang sama kemarin” aku pun mengaku dan membuat pembicaraan kami semakin seru. Menceritakan apa yang kulihat dengan detail namun takut untuk mengadu pada Kepala Bagian kami.
Tak berselang lama, obrolan kami terhenti ketika melihat pak Dedi menuju arah kami berada. Bahkan pandangan beliau juga tertuju pada kami,sekumpulan wanita yang sedang membicarakannya. Merasa lega ketika ternyata beliau menghampiri orang lain yang berada tepat dibelakang kami sambil menyerahkan bungkusan. seketika aku, Paula, Melly dan lainnya bubar tanpa instruksi.
Sejak mengetahui kelakuan pak Dedi, aku jadi tak nyaman melihat beliau disekitarku dan berhenti meminta bantuan untuk sekedar membeli sarapan.
Waktu pun berlalu, kejadian yang aku dan Paula lihat diruang Kepala Bagian sudah tidak lagi mengganggu pikiranku. Hingga Kepala Bagian memanggilku, Melly dan beberapa teman lainnya untuk datang ke ruangan. Di ruang Kepala Bagian, aku melihat Paula. Setelah kami semua duduk, pak Kepala Bagian menelepon seseorang untuk datang keruangannya. Ternyata yang ditelepon adalah pak Dedi, Cleaning Service yang beberapa waktu lalu kulihat mengambil sejumlah uang dari tas pak Kepala Bagian. Pak Dedi tak diijinkan untuk duduk, mungkin inilah saat dimana pak Dedi akan mengakui kejahatannya dan menerima konsekuensi.
“Aku yang lapor” mulut Paula mengisyaratkan sebuah kalimat padaku.
“Ya, aku memanggil kalian karena Paula melaporkan bahwa ia dan Dina pernah melihat pak Dedi mengambil uang di ruangan ini” Kata pak Kepala Bagian diikuti anggukan dariku sebab namaku disebut.
Kami semua hanya diam. Menunggu ucapan pak Kepala Bagian selanjutnya.
“Seharusnya pak Dedi tidak melakukan hal itu”
Kulihat pak Dedi hanya menunduk sambil berdiri.
“Namun kali ini saya memaklumi kesalahan pak Dedi sebab beliau adalah ayah kandung saya” lanjut pak Kepala Bagian sambil mendekati pak Dedi kemudian merangkul bahunya.
Spontan kami semua melongo mengetahui fakta baru tentang mereka berdua.
Ditulis oleh: Intan

6 Komentar
Saya suka endingnya. Namun, masih banyak ejaan (EYD) yang kurang tepat, terutama penulisan di sebagai kata depan dan sebagai imbuhan. Yang lain kesalahan penulisan tanda baca.Itu saja dari saya. Yang lain biar ditambahkan teman-teman.
BalasHapusLumayan bikin penasaran di awal cerita. Endingnya mengejutkan meski menyisakan tanya, bagaimana seorang ayah kandung dijadikan CS. Kok tidak menghormati banget.
BalasHapusJudulnya nggak banget buat saya, tidak menarik. Tidak cocok untuk cerpen, tidak juga untuk essai.
Cerpen yang ditulis Mbak Intan tulisannya rapi, cerita enak dibaca, dan ada kejutan di akhir. Tetapi menurut saya ada cacat logika, jika anaknya menjabat sebagai kepala bagian mengapa membiarkan ayahnya menjadi cleaning servis di kantornya. Tegakah seorang anak melihat ayahnya disuruh-suruh di kantornya sendiri? Ada perilaku yang tidak patut dicontoh pada cerpen tersebut, walaupun tas tersebut punya anaknya, tidak sepatutnya ayah mengambil sesuatu dari tas tersebut tanpa pengetahuan anak. Tetap semangat Mbak Intan.
BalasHapusAlur cerpen cukup membuat penasaran dan ada kejutan di akhir. Hanya kurang penjelasan bagaimana tokoh ayah bisa menjadi cleaning service di kantor anaknya. Mungkin lebih logis jika anak yang jadi bawahan dan ayah yang jadi atasan.
BalasHapusKata sapaan seharusnya diawali huruf kapital (Pak Dedi).
Penulisan tanda baca untuk kalimat dialog masih kurang tepat. Sebelum tanda kutip seharusnya ada tanda koma bila diikuti keterangan (dialog tag) atau tanda titik bila diikuti kalimat narasi sesudahnya.
Contoh:
“Beberapa waktu lalu, aku melihat Pak Dedi di ruangan Kepala Bagian,” kata Paula dengan suara rendah. (Tanda koma bila diikuti keterangan/dialog tag)
“Sebenarnya, aku juga melihat hal yang sama kemarin.” Aku pun mengaku dan membuat pembicaraan kami semakin seru. (Tanda titik bila diikuti kalimat narasi)
Semangat berkarya, Mbak Intan.
Membaca tulisan ini, pikiran langsung masuk ke ruang kerja yang santai, terbaca dari alur cerita yang tersajikan. Ada sebuah harapan ketika membacanya. dialog atau alur akan seru, seperti keseruan ada gosip baru disebuah tempat kerja, apalagi temuannya adalah *mencuri uang. penulis menahan diri untuk tidak memunculkan dialog *gosip* sehingga cerita menjadi datar. Gambaran ketakutan tokoh utama juga tidak tampak, hanya tertulis *ketakutan*.
BalasHapusEnding cerita yang dibuat *mengejutkan* sebenarnya sudah terbaca dari awal, dalam sajian judul. memaklumi sebuah kesalahan, yang seharusnya tidak dilakukan.
Yang kurang tepat secara logika, adalah *posisi ayah sebagai CS dan bekerja dibawah komando sang anak*, termasuk permakluman sang anak dengan kesalahan seorang ayah mengambil uang, walau itu uang anaknya sendiri.
Tetap semangat Menulis ya Bu Intan. Pesan moral dalam setiap tulisan tetap harus ada.
Mungkin pesan tersembunyi dari cerpen ini adalah justru menguji moralitas para karyawan (Melly, Dina, dan Paula) di cerita ini.
BalasHapusSebuah cerita fiksi boleh kan tidak masuk logika pada umumnya?