Pendidikan demokrasi dapat diajarkan kepada anak sedini mungkin. Pendidikan demokrasi mengajarkan anak untuk menghargai dan menghormati perbedaan pendapat, menyelesaikan masalah dengan bermusyawarah, memilih pemimpin dengan pengambilan suara paling banyak.
Pemilihan ketua kelas merupakan salah satu contoh dalam pelaksanaan demokrasi di sekolah. Kegiatan ini sangat ditunggu-tunggu oleh siswa SDN Miji 3, khususnya siswa kelas 4.
“Pemilihan ketua kelas dilakukan pada awal tahun ajaran baru. Hal ini dilakukan agar pengurus kelas dapat segera terbentuk sehingga segera dapat bertugas sesuai dengan tugasnya,” ujar Rahma guru kelas 4.
Senin, 18 Juli 2022, bertempat di ruang kelas 4, siswa SDN Miji 3 kelas 4 melakukan “Pemilihan Ketua Kelas”. Para siswa kelas 4 dipandu oleh guru kelasnya melakukan pembelajaran demokrasi melalui kegiatan pemilihan ketua kelas.
Kegiatan pemilihan ketua kelas memiliki empat tahapan. Tahap pertama, guru menginformasikan kepada siswa kriteria seorang pemimpin diantaranya disiplin, jujur, dan adil.
Tahap kedua, pemilihan kandidat ketua kelas. Semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri sebagai ketua kelas. Guru menawarkan kepada siswa siapa saja yang ingin mencalonkan dri menjadi ketua kelas. Lalu menuliskannya di papan tulis.
Tahap ketiga, pemilihan ketua kelas. Seluruh siswa mempunyai satu hak suara untuk memilih ketua kelas. Dalam menentukan pilihannnya tidak boleh ada paksaan dari pihak manapun. Secara bergilir siswa ke depan kelas dan menuliskan pilihannya di papan.
Tahap keempat, perhitungan suara. Faradisa bertugas dalam melakukan perhitungan suara. Para siswa berharap peserta yang mereka pilih mendapatkan suara terbanyak, sehingga dapat terpilih menjadi ketua kelas. Para kandidat juga berharap memperoleh suara terbanyak sehingga dapat menjadi ketua kelas.
Perhitungan suara telah usai, diketahui suara terbanyak diperoleh ananda Rama sehingga didaulat sebagai ketua kelas. Siswa dengan jumlah suara lebih sedikit, didaulat menjadi pengurus kelas lainnya, yaitu Ananda Lufend sebagai wakil ketua kelas, ananda Defran sebagai sekretaris, dan Ananda Alan sebagai bendahara. Tahun ini, pengurus kelas didominasi oleh siswa laki-laki.
“Kalah ataupun menang dalam pemilihan ketua kelas merupakan hal biasa. Yang mendapatkan suara terbanyak tidak boleh sombong dan yang mendapatkan suara sedikit harus berlapang dada,” tutur perempuan berkaca mata tersebut.
Pada kesempatan itu, Sri Wati, selaku kepala sekolah mengapreasiasi kegiatan tersebut karena wali kelas 4 telah berupaya melaksanakan Pendidikan demokrasi dalam proses pemilihan ketua kelas.
"Dengan adanya kegiatan ini, para siswa belajar berdemokrasi, menyampaikan suaranya dengan jujur, menghargai pendapat orang lain, rendah hati, berlapang dada, serta tanggung jawab. Semoga kedepannya para pengurus kelas dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.” Tutur wanita berambut pendek tersebut.
Ditulis Oleh: Dyah Novianti, S.Pd. Guru SDN Miji 3 Kota Mojokerto/FLP Kota Mojokerto

13 Komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTulisan rapi, isi jelas dan enak dibaca tetapi waktu kegiatan sudah terlalu lama kalau menurut saya. Mungkin lain kali ganti kelasnya Bu Dyah atau teman-teman FLP yang dibuat reportasenya. Kegiatan yang baru dilakukan sehingga lebih menarik.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusYang tepat memang tahun ajaran, Pak. Pak Haris bisa mengeceknya di KBBI VI atau dari sumber lain. Tahun ajaran dan tahun pelajaran memang sering dijadikan perdebatan. Hehehe.
HapusJudulnya menarik, tapi menurut saya kegiatan yang diliput terlalu biasa. Itu sudah menjadi kegiatan rutin meski setiap anak pasti mengalami hal yang berbeda. Masalahnya, bagi pembaca peristiwa tersebut bukan hal yang baru sehingga pembaca tidak mendapatkan info yang menarik untuk dicermati.
BalasHapusApalagi ini bersifat kelokalan yang mana pembaca merasa tidak punya kepentingan untuk mengetahui beritanya.
Alangkah baiknya jika menilik dari judul, penulis memberikan opini dari sudut pandang keilmuan terutama bidang pendidikan.
Oya, ada istilah yang sudah lama berubah tapi tetap digunakan oleh penulis dan kelihatannya telah menjadi salah kaprah yang dianggap lumrah/benar. Istilah tersebut adalah 'Tahun Ajaran' yang benar adalah 'Tahun Pelajaran'.
Baru saja kita mengalami proses demokrasi Indonesia secara serentak. Pembelajaran proses demokrasi sejak usia sekolah memang perlu dilakukan, agar sebagai warga negara Indonesia mereka tahu bahwa demokrasi adalah bagian dari proses musyawarah dalam memilih seorang pimpinan.
BalasHapusPengulasan kejadian berkenaan dengan proses demokrasi di SDN MIJI 3 terlalu panjang, akan menarik kalau disampaikan sisi lain dari proses ini agar pembaca tertarik untuk melanjutkan membaca, dan tidak meninggalkan begitu saja.
By. Fitriakurnia315@gmail.com
BalasHapusJudulnya bagus pesannya bagus, tulisannya ringan dan mengalir, tpi mungkin untuk para pembaca FLP tulisan tsb kurang berat (kurang membuat penasaran/ kurang membuat berfikir) . Terima kasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTulisan runtut, tetapi masih ada beberapa salah tik dan salah penulisan ejaan. Perbaikannya saya kirim ke grup, ya.
BalasHapusSaat pertama kali membaca judul tulisan ini, saya mengira isinya membahas pemilu yang dilaksanakan bulan Februari lalu. Ternyata peristiwa sudah lama. Alangkah baiknya untuk jenis tulisan berita atau reportase, yang diliput adalah kejadian atau kegiatan yang aktual, "hangat", atau baru saja terjadi agar lebih menarik.
BalasHapusKetika saya meminta tulisan untuk Mekar, Bu Dyah memang berkata belum sempat menulis sehingga beliau mengirimkan tulisan lama. Mungkin sedang sibuk. Namun, saya mengapresiasi beliau bersedia menyetorkan karya untuk Mekar.
Yang saya amati, Bu Dyah spesialis menulis nonfiksi. Sebenarnya beliau sangat berpotensi. Karya beliau sudah sering dimuat di media cetak. Semoga suatu saat beliau bersedia menulis reportase kegiatan dan acara FLP Mojokerto. Boleh juga menulis jenis nonfiksi lainnya, seperti opini, esai, dan feature dengan isi yang 'fresh'/"segar", biar tidak dianggap "basi".
Untuk segi penulisan, ada beberapa kesalahan ejaan, salah tik (typo), dan tidak konsisten dalam penggunaan huruf kapital (ananda dan Ananda). Kalimat cukup enak dibaca dan mudah dipahami. Tetap semangat menulis, ya.
Ide tulisan sangat rapi dan runtut. Pembaca bisa terbantu untuk memahami jalannya pemilihan kelas yang dianggap sebagai pembelajaran demokrasi pada anak usia sekolah.
BalasHapusJika memang peristiwa yang dituliskan kurang sesuai dengan timeline publikasi, lebih baik ditambahkan dengan opini atau tips sehingga bisa menjadi bentuk tulisan lain, esai atau opini misalnya.
Ingin bertanya apakah tulisan dalam bentuk reportase/berita/jurnalistik menggunakan "tutur perempuan berkaca mata tersebut" atau " Tutur wanita berambut pendek tersebut" bukankah menggunakan nama orang atau jabatan yang diemban penutur?
BalasHapusBoleh. Yang penting pada narasi atau paragraf sebelumnya sudah ditulis nama narasumber yang dimaksud. Selain itu, supaya variatif dan tidak monoton.
Hapus