Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Melihat ke Bawah

 



Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan rahmat Allah kepadamu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mengapa, sih, hidupku begini-begini terus? Mengapa, sih, aku dilahirkan dari orang tua yang miskin? Mengapa, sih, aku tidak seperti dia yang selalu mudah saat menginginkan sesuatu?

Ini adalah beberapa contoh pertanyaan mengapa yang tanpa sadar sering kita dengar, bahkan bisa jadi kita sendiri yang mengucapkan.

Sebagai manusia, sebenarnya kita diciptakan dalam bentuk paling sempurna dan berkecukupan dengan rezeki yang sudah diberikan oleh Allah Swt. Dari mana kita tahu? Ini dapat kita lihat dari bagaimana Tuhan menciptakan kita dengan bentuk yang paling indah dan saat baru lahir, kebutuhan kita sudah disiapkan oleh orang tua.

Seiring dengan pertambahan usia, kedewasaan, dan pergaulan, pertanyaan-pertanyaan di atas sering kita lontarkan. Kita merasa tidak puas karena tidak bisa seperti teman kita atau hidup tidak seperti orang kebanyakan.

... sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan.” (QS An-Najm: 48)

Apa yang menyebabkan kita sering mengeluh? Pertama, kita kurang mensyukuri nikmat. Kedua, kita lupa dengan masa sulit. Ketiga, kita lebih menonjolkan keinginan daripada kebutuhan.

Sesungguhnya Allah Swt. telah memberikan kita dua kenikmatan yang besar, yaitu nikmat sehat dan waktu luang. Nikmat-Nya tidak bisa diuangkan dan tidak terhitung. Mari kita telaah bersama.

Saat sehat kita bisa bernapas dengan baik dan bisa menghirup udara segar. Bayangkan jika kita diberi ujian sakit sesak napas dan harus membeli tabung oksigen, berapa yang harus kita bayar? Kita juga bisa memandang hijau dedaunan dan birunya lautan karena Allah menganugerahkan mata yang indah kepada kita. Bayangkan kalau kita tidak bisa melihat atau ada bagian mata yang sakit, berapa yang harus dibayar?

Ketika punya banyak uang, kita terkadang boros ingin membeli makanan enak dan ingin membeli baju mahal sehingga melupakan saat uang habis. Kita lupa saat di perantauan lapar dan bersyukur meskipun sehari hanya bisa makan sekali, terutama saat tanggal tua. Ketika memiliki banyak uang sebaiknya kita tetap bersikap sederhana seperti biasa karena terkadang ada kebutuhan mendadak. Namun, jangan lupa juga untuk bersedekah karena berbagi itu indah.

Keinginan yang lebih menonjol daripada kebutuhan biasanya disebabkan karena gengsi dalam pergaulan. “Si A bisa begini masa aku tidak bisa?” Jika kita menuruti gengsi, tidak akan ada habisnya. Malah, hal itu akan membawa kita pada hal yang kurang menyenangkan, misalnya utang. Utang itu enak di depan, tetapi menyengsarakan karena bisa memutuskan tali silaturahmi di belakang.

Kita pasti sering melihat, bahkan pernah mengalami kesulitan menagih utang. Orang yang berutang biasanya lebih galak daripada yang memberikan utang. Jika utang itu terjadi di media sosial, biasanya orang yang berutang mengirimkan pesan kurang menyenangkan atau memblokir kontak orang yang memberikan utang. Sungguh miris.

Saat kita berutang dan berniat untuk membayar, Allah pasti akan membantu melunasi. Namun, jika kita berutang dan tidak ada niat membayar, Allah akan menghancurkan orang itu bersama hartanya.” (Ustaz Syafiq Riza Basalamah)

Jadi, supaya tidak sering mengeluh, kita harus sering melihat orang-orang yang kehidupannya di bawah kita. Mari kita melihat kakek-kakek atau nenek-nenek yang pada usia tuanya masih harus bekerja dengan penghasilan pas-pasan, kadang kurang. Sementara itu, kita bisa bekerja dengan hasil yang cukup, bahkan bisa jadi berlebih.

Mari kita melihat anak-anak jalanan yang tidak punya rumah atau tidak bersekolah. Dari situ seharusnya kita bersyukur karena masih punya rumah dan masih bisa sekolah meskipun mungkin tidak sampai perguruan tinggi.

Mari kita melihat orang-orang disabilitas, tetapi masih bisa mengukir prestasi. Namun, kita yang memiliki fisik sehat dan normal lebih banyak mengeluh.

Memang ada, ya, orang disabilitas yang berprestasi? Ada, bahkan banyak, kok. Jika menonton televisi, kita bisa menonton Putri Ariani yang bertalenta dalam bidang tarik suara. Saya juga punya teman tuli, tetapi dia lulus dengan predikat cumlaude dari salah satu universitas negeri terbaik di Yogyakarta. Ada juga teman cewek yang duduk di kursi roda, tetapi dia sukses dengan bisnis penerbitannya.

Masihkah kita mengeluh? Dari orang-orang di atas kita bisa belajar bahwa hidup terus berjalan. Dalam keadaan apa pun, setiap manusia pasti bisa bangkit jika selalu mensyukuri nikmat, baik yang berupa ujian maupun harta.

Dari mengamati kehidupan orang-orang di atas dapat disimpulkan bahwa melihat ke bawah tidak sepenuhnya salah. Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa melihat orang di bawah kita akan membuat diri terjatuh. Malah sebaliknya, aktivitas itu akan membuat kita makin bersyukur. Sudahkah kita bersyukur hari ini?

Ditulis oleh: Aris Rahman Yusuf


Posting Komentar

4 Komentar

  1. Banyak keinginan tanpa memperhatikan kemampuan akan menjerumuskan kita pada penyesalan. Apalagi kalau menuruti gaya dengan berhutang, siap-siap hancur

    BalasHapus
  2. Tulisan ini mengingatkan diri akan rasa bersyukur kita kepada Sang Pencipta. berlepas kita diciptakan seperti apa yang dalam kondisi yang bagaimana, sebab Allah sudah menempatkan kita dengan yang sebaik-baiknya. At-Tin.

    BalasHapus
  3. Tulisannya rapi. Kalimat mengalir. Topik yang dibahas sangat menginspirasi terutama bagi orang-orang zaman sekarang yang cenderung lebih banyak mengeluh dan lupa bersyukur.

    Sedikit catatan tentang teknik penulisan, terutama di paragraf ketujuh yang berisi rincian alasan kita sering mengeluh. Sebaiknya tidak menyebutkan "pertama, kedua, dan ketiga" itu dalam satu paragraf sekaligus. Namun, dibuat bertahap dalam beberapa paragraf agar pembaca lebih penasaran untuk membaca sampai bagian akhir.

    BalasHapus
  4. Secara umum isinya bagus mengajak pembaca agar selalu bersyulur dan tidak mudah mengeluh.

    BalasHapus